Mazmur 42 menggambarkan pergumulan jiwa yang mendalam. Pemazmur dengan jujur mengungkapkan perasaannya ketika berada dalam keadaan tertekan dan gelisah. Ia merindukan kehadiran Allah di tengah keputusasaan dan kekosongan batin yang dialaminya, bagaikan rusa yang merindukan aliran sungai yang segar (ayat 2). Ini adalah gambaran kuat tentang kerinduan akan penyegaran spiritual di saat keadaan dunia begitu menguras tenaga dan pikiran.

Seringkali, kita pun mengalami momen seperti pemazmur. Kita berada dalam situasi yang penuh tekanan, baik secara emosional, mental, maupun spiritual. Mungkin kita merasa Tuhan jauh, tidak mendengar doa kita, dan kita sendirian dalam menghadapi berbagai masalah hidup. Namun, dalam Mazmur 42, kita melihat dua hal penting yang dapat menjadi sumber penghiburan dan kekuatan di tengah rasa tertekan dan gelisah. 1. Berani Mengakui Rasa Tertekan
Pemazmur tidak menyembunyikan kegelisahannya. Ia berani mengakui perasaan yang berat itu kepada Tuhan, bahkan sampai bertanya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?” (ayat 6). Kejujuran dalam menghadapi rasa tertekan adalah langkah pertama yang penting dalam proses pemulihan. Dalam situasi yang penuh dengan masalah, sering kali kita tergoda untuk menyembunyikan perasaan kita, bahkan dari Tuhan. Namun, pemazmur mengajarkan bahwa Tuhan dapat menerima bahkan perasaan kita yang paling kelam. Dengan mengungkapkan kegelisahan kita kepada-Nya, kita membuka ruang bagi kasih dan penyembuhan Tuhan untuk bekerja.

  1. Tetap Berpegang pada Pengharapan
    Meskipun pemazmur berada dalam keadaan yang sangat tertekan, ia tetap memiliki pengharapan yang teguh kepada Tuhan. “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku” (ayat 6b). Di tengah-tengah kegelapan, pemazmur tetap memilih untuk berharap kepada Allah. Ia mengingatkan dirinya bahwa pertolongan dari Tuhan akan datang, meskipun saat itu terasa jauh dan tidak terlihat. Harapan ini bukanlah bentuk pelarian dari kenyataan, melainkan sebuah pengakuan bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan sejati di tengah-tengah penderitaan.

Bagi kita, pengharapan ini juga nyata melalui Yesus Kristus. Dalam Kristus, kita menemukan kekuatan untuk bertahan di tengah tekanan. Dia mengerti kelemahan kita, karena Dia sendiri mengalami penderitaan di kayu salib. Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa sendirian dalam perjuangan ini. Kita dapat datang kepada Yesus dengan segala beban kita, dan Dia akan memberi kita kelegaan (Matius 11:28). Di saat kita merasa tertekan, mari kita ingat bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita. Kita diajak untuk berjuang dengan iman, menyerahkan segala kekhawatiran kepada-Nya, dan terus berharap bahwa di balik semua tekanan ini, ada janji pemulihan dari Tuhan yang setia.